Berita

Konferensi Ke-7 Kelompok Kerja Pendidikan Multibahasa Se-Asia Pasific

Tanggal 09 Oktober 2023 oleh Administrator
 845    2


Jakarta, 9 Oktober 2023. Konferensi The Asia Pacific Multilingual Education on Working Group (MLE WG) atau yang dikenal dengan The 7th International Conference on Language and Education: Language, Multilingual Education, Risilient, Futures, and Transformative Education (Konferensi Internasional Bahasa dan Pendidikan ke-7) yang telah diadakan di Bangkok, Thailand, 4 – 6 Oktober 2023 merupakan konferensi tahunan yang dilaksanakan untuk membahas pendidikan multibahasa dalam sistem pendidikan transformatif. Konferensi ini dilaksanakan atas kerja sama Biro Pendidikan Regional Asia dan Pasifik UNESCO, UNICEF Asia Timur dan Pasifik, SIL International, Universitas Mahidol, Organisasi Menteri Pendidikan Asia Tenggara (SEAMEO), British Council, Pestalozzi Children's Foundation, dan Save the Children.


Konferensi internasional ini dihadiri oleh 600 peserta dari seluruh dunia termasuk Indonesia. Ada 12 peserta dari Indonesia yang terdiri atas peneliti, pemerhati, dan perwakilan dari lembaga pemerintah, yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Seameo Gitep in Language, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang hadir. Dalam kesempatan tersebut perwakilan Indonesia mempresentasikan dan membagi informasi tentang program dan proyek pengembangan MTB-MLE yang ada di Indonesia.


Bersamaan dengan penyelenggaran konferensi, dilangsungkan juga forum kebijakan tingkat tinggi se-Asia Pasifik yang membahas tema kolaborasi untuk memajukan  dan mengimplementasikan kebijakan pendidikan multibahasa dalam sistem pendidikan transformatif. Tujuan forum ini untuk berbagi pengalaman tentang cara menjembatani kendala bahasa dalam pendidikan dan berdiskusi tentang rencana ke depan untuk mengimplementaikan kesepakatan yang telah dicapai pada forum sebelumnya. Salah satu negara yang terlibat dalam forum tersebut adalah Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Indonesia diwakili oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Azis.


Hal-hal yang menjadi pembahasan dalam forum itu, di antaranya mengenai reviu atas hal-hal yang telah dilakukan sejak tahun 2019, terutama tentang akselerasi hasil belajar siswa yang dibantu oleh oleh bahasa pertama. Selain itu, dibahas pula status bahasa tersebut di tiap negara, perkembangan, kendala, dan implementasinya di beberapa sekolah. Dari laporan para negara peserta, diketahui bahwa pandemi Covid menjadi kendala utama implementasi tahun 2020 dan 2021. Namun, terdapat pula kemajuan yang patut dicontoh oleh negara-negara lain. Berkaitan dengan implementasi ini, Aminudin menyampaikan pengalaman Indonesia menyelenggarakan program revitalisasi bahasa daerah (RBD). Program ini dilaksanakan secara serentak di berbagai provinsi dengan melibatkan para guru, siswa, tokoh adat, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya. Melalui program ini kecintaan generasi muda  untuk kembali menggunakan bahasa daerah tumbuh kembali. Pada saat bersamaan, penggunaan bahasa daerah sebagai wahana mengakses ilmu dan berkarya diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan kreativitas siswa.


Hal penting lain yang juga dihasilkan dalam forum tersebut, yaitu komitmen baru dan rencana tindak lanjut. Pertama, perlunya penguatan terhadap aktivitas yang sudah dilakukan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 4 (Sustainable Development Goal 4/SDG 4): Pendidikan Berkualitas. Kedua, perlunya meminta jaminan pemerintah untuk memastikan keberlangsungan pembelajaran menggunakan bahasa pertama sebagai medium yang digunakan secara kontekstual sembari memastikan transisi ke pembelajaran denganbahasa kedua berjalan dengan mulus. Pihak sekolah bertanggung jawab untuk memastikan waktu yang tepat untuk proses transisi tersebut. Ketiga, perlunya mendorong pemerintah untuk menyediakan gurumelalui rekrutmen dan pelatihansupaya pembelajaran optimal. Keempat, perlu adanya riset yang menggambarkan keberhasilan pembelajaran ini pada level nasional. Kelima, perlu adanya sinergi antara satu negara dengan negara lain. Tiap negara dapat berkontribusi dan saling mendukung dengan memberikan informasi dan bantuan sesuai dengan kemampuan negara itu, baik kontribusi berupa tenaga ahli maupun anggaran. Sinergi juga diperlukan dalam bentuk kolaborasi dengan lembaga-lembaga internasional, seperti Bank Dunia, Unesco, dan lembaga lainnya. (DAE)


 845    2